Tingkat kelulusan peserta didik tahun pelajaran 2010/2011 Sekolah Menengah Atas dan Sekolah menengah kejuran mengalami kenaikan yang sangat signifikan, yaitu kelulusan mencapai lebih dari 99 %. Hal tersebut sangat membanggakan khususnya bagi peserta didik dan orang tua atau wali siswa.
Sebelum pengumuman hasil ujian, para siswa sudah mengekspresikan kegembiraan mereka dengan caranya masing-masing, ada yang sujud syukur, saling berpelukan dengan sesama teman, bahkan di berbagai daerah para siswa-siswi mencorat-caret seragam, mengecat rambut warna-warni serta melakukan konvoi di jalan raya dengan sepeda motor yang dapat mengganggu pengguna jalan lainnya.
Seandainya mereka ditanya apakah kelulusan tersebut hasil kerja keras (belajar) sendiri? Hampir dipastikan akan menjawab “iya dong”. Karena yang mereka tahu mengerjakan soal ujian nasional dan hasilnya lulus. Tetapi kalau pertanyaan yang sama ditujukan kepada para guru khususnya guru 4 mapel (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) kemungkinan jawaban tidak akan seragam dan spontan seperti siswa. Kenapa?
Jawabannya adalah karena para guru khususnya guru yang mengampu mapel Ujian Nasional tahu betul proses pengolahan nilai dan syarat kelulusan. Nilai kelulusan bukan hanya karena hasil ujian nasional saja tetapi merupakan hasil pengolahan nilai rata-rata raport, nilai ujian sekolah dan nilai ujian nasional. Menggunakan rumus yang telah ditentukan seorang peserta didik akan lulus jika telah memenuhi kreteria dari tiga macam nilai tersebut.
Sistem ini lebih baik dibandingkan sebelumnya karena kelulusan tidak hanya ditentukan dari hasil ujian nasional saja, dengan sistem ini para guru mendapat porsi yang cukup dalam penentuan kelulusan siswa. Hal yang harus kita kontrol dan awasi bersama adalah adanya peran guru dalam kelulusan agar tidak kebablasan artinya demi meluluskan peserta didiknya menghalalkan segala cara, ini bukan isapan jempol semata karena hal ini sangat mungkin dilakukan guru secara sendiri atau di atur pihak sekolah agar memberikan nilai Ujian Sekolah setinggi-tingginya dengan tujuan agar bila terjadi nilai ujian nasional peserta didik rendah dapat dibantu dengan nilai ujian sekolah.
Bukan tidak mustahil kalau hal ini dilakukan akan terjadi ketimpangan atau ketidakwajaran nilai ujian nasional (empat mapel) dibandingkan nilai ujian sekolah (empat mapel) karena guru atau pihak sekolah akan memberikan nilai maksimal atau setinggi-tingginya sedangkan nilai ujian nasional cenderung sesuai dengan nilai asli yang diperoleh peserta didik.
Pada akhirnya lembaga pendidikan sebagai tempat mencerdaskan anak bangsa tidak tercapai secara benar dan hasilnya tidak bias digunakan sebagai barometer mutu pendidikan di Indonesia. Banggakah kita mencapai kelulusan hampir 100 % dengan cara-cara yang tidak sesuai aturan? Jawabnya ada pada diri kita (Guru) masing-masing.
No comments:
Post a Comment